Kenapa Ada Orang yang Tidak Paham Kondisi Kita? | Penjelasan Pskologi

Kalau kamu pernah ngerasa orang lain nggak bisa paham kondisimu (atau kondisi orang lain), tentu kamu nggak sendirian. Dan tentu juga, ada orang-orang yang sampe mempertanyakan hal ini. Ternyata, ilmuwan psikologi juga ikut heran sama fenomena ini, lho! Di tulisan ini, kita akan lihat bareng penjelasan psikologi tentang kenapa ada orang yang nggak paham kondisi kita; fenomena yang kadang bikin kita ngelus dada (yaa… walopun kita sendiri juga bisa aja melakukan hal yang sama, hehe)



Foto: Photo by Jon Eric Marababol on Unsplash

Empati 

Dari sudut pandang psikologi, fenomena memahami orang lain ini dirangkum dalam suatu istilah yang disebut dengan empati. 


Menurut Batson, dkk. (dalam bukunya Snyder & Lopez tahun 2003), empati tu adalah respon emosional yang muncul karena persepsi (cara pandang) kita terhadap kesejahteraan atau kondisi orang lain. Kalau menurut kamus APA (American Psychological Association), empati berarti memahami kondisi orang lain dari sudut pandang orang tersebut (bukan dari sudut pandang kita sendiri). Dengan kata lain, empati diartikan sebagai kemampuan untuk bisa ikut merasakan perasaan, persepsi, dan pikiran orang lain. 


Jadi, kalo kita ngerasa orang lain sulit memahami kondisi kita (atau kalau kita yang kayak gitu), artinya ada ketidakmampuan untuk berempati. Kalau kita lihat dari definisinya, empati ini datangnya dari persepsi kita terhadap kondisi orang lain. Sehingga, cara kita dalam memandang atau menilai kondisi orang lain lah yang bisa memengaruhi apakah kita akan berempati atau nggak sama orang tersebut. 


“Kalo dia nggak bisa paham kondisiku, berarti bisa aja cara pandangnya dia terhadap kondisiku nggak sesuai sama kondisiku yang sebenernya?” 

Betul. 


“Kalo persoalannya itu, harusnya dia berusaha dong buat memahami kondisiku supaya cara pandangnya lebih akurat?” 


Yap.


“Terus, kenapa dia justru nggak ngelakuin hal itu? Seolah lagi menghindar untuk berempati?”


Mantap. Pertanyaan itu sebenernya juga membuat para peneliti psikologi ini, yaitu Cameron dan kawan-kawan di tahun 2019, bertanya-tanya; kenapa kita menghindar untuk berempati?

 


Empathy is Hard Work: People Choose to Avoid Empathy Because of Its Cognitive Costs


Ini adalah judul penelitian yang dilakukan dengan niat oleh Cameron, dkk. (2019) untuk ngasih salah satu penjelasan tentang kenapa seseorang bisa menghindar untuk berempati yang pada akhirnya ya jadi nggak bisa berempati. 


Dalam penelitiannya itu, para peneliti mencoba mencari tau apakah proses berpikir dalam berempati bisa menjadi kerugian (costs) bagi orang-orang, sehingga empati jadi dihindari. Untuk melakukannya, peneliti mengkaji cognitive costs atau kerugian kognitif yang terdiri dari effort (usaha), aversion (perasaan negatif), dan efficacy (keyakinan untuk bisa melakukan sesuatu). Para peneliti bertanya dan mencari tau jawabannya: apakah cognitive costs tersebut merupakan costs proses berpikir yang membuat orang-orang menghindar untuk berempati? Apakah usaha, perasaan negatif, dan keyakinan untuk bisa menilai (memahami orang lain) merupakan costs dalam proses berpikir, sehingga empati dihindari? 


Jawabannya adalah ya. 

Hasil penelitiannya buktiin kalau orang-orang cenderung menghindari situasi di mana mereka perlu berempati (situasi empati).


Penjelasannya adalah partisipan penelitian cenderung kurang memilih situasi empati ketika mereka ngerasa situasinya memberikan lebih banyak cognitive costs; lebih membutuhkan usaha (effort) dan lebih memberikan perasaan negatif (aversive), serta cenderung lebih memilih situasi empati ketika partisipan ngerasa lebih memiliki kemampuan untuk menilai kondisi (efficacy) pada situasi tersebut. Nah, peneliti-peneliti canggih ini juga nemuin kalau partisipan menilai situasi empati tu lebih memerlukan usaha (effort), lebih memberikan perasaan negatif (aversive), dan dinilai sebagai situasi di mana mereka kurang yakin dengan kemampuannya untuk menilai/memahami (efficacy) daripada situasi yang objektif (situasi di mana mereka nggak perlu berempati). Artinya, peneliti menemukan kalau cognitive costs emang ada ketika partisipan berempati.


Dari penelitian ini, kita bisa lihat kalau berempati bisa dihindari karena

empati itu membutuhkan proses berpikir yang bisa menjadi cognitive costs


---

Gimana? Apakah penjelasan ini cukup memberikan pencerahan kenapa seseorang (atau kita sendiri) kurang bisa memahami kondisi orang lain? (atau justru bikin tambah bingung?~). Ternyata, empati merupakan pengalaman yang mayan kompleks. Dari sini, kita juga bisa liat kalo tiap orang bisa punya cara pandangnya sendiri tentang kondisi kita, kita sendiri pun juga sama. Empati juga ternyata memerlukan cognitive costs, yaitu proses berpikir yang dikeluarkan untuk berempati.


Penjelasan ini tentu hanya satu dari sekian fakta yang membahas empati dari sudut pandang psikologi. Penelitian yang aku tulis di sini juga hanya bagian hasilnya aja. Kalau kamu penasaran dengan rincian penelitiannya (yang menurutku kompleks banget bagi kapasitas otakku wkwk), langsung liat di bagian sumber ya. Thank you!


Sumber yang dibaca:

  1. Buku Handbook of positive psychology, oleh Snyder, C. R. & Lopez, S. J. (2002). New York: Oxford University Press

  2. Penelitian: Cameron, C. D., Hutcherson, C. A., Ferguson, A. M., Scheffer, J. A., Hadjiandreou, E., & Inzlicht, M. (2019, April 18). Empathy Is Hard Work: People Choose to Avoid Empathy Because of Its Cognitive Costs. Journal of Experimental Psychology: General. Advance online publication. http://dx.doi.org/10.1037/xge0000595

  3. Kamus APA: https://dictionary.apa.org/empathy

Comments