Josh di Film Rudderless, Apa yang Terjadi? | Secangkir Persepsi

Di sini, aku mau cerita poin kedua yang menarik dari film Rudderless. Kalau mau, tulisanku sebelumnya soal film Rudderles bisa dibaca di sini yak!

 

Meskipun film ini lebih menceritakan mengenai proses berduka Sam, aku tetap memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan Josh karena di film nggak ada hal-hal yang melatarbelakangi perilaku bunuh diri dan membunuh orang lain yang dilakukan Josh. Tapi, hal itu juga yang membuat film ini menarik, menyediakan ruang bagi penontonnya untuk mengintepretasi apa yang terjadi dengan Josh. 

 

Jadi...

Apa sih yang Sebenarnya Terjadi Dengan Josh? 


Nggak ada yang tau. Sekian.








Becanda.



Yang pasti, Josh telah melakukan tindakan bunuh diri dan membunuh orang lain. Ada hal-hal yang bisa kita intepretasi sendiri untuk MENCOBA memahami keadaan mental Josh. Sedikit dan terbatas banget, tapi aku pengen ngomongin soal hal-hal ini...

 

1.    1.  Buat lagu-lagu yang depresif? 

Di awal film, penonton disuguhkan salah satu lagu yang Josh ciptakan. Ada beberapa lagu yang nadanya riang, ada beberapa yang nadanya depresif juga. Lirik-lirik lagunya juga cenderung sendu, termasuk yang judulnya “Real Friends”. Awalnya sih, aku pikir lagu Real Friends itu yaa tentang ungkapan real friends itu yang bagaimana. Tapi, setelah dilihat lagi liriknya, kok aneh ya. Apa cuman aku yang mikir aneh? :’v Soalnya, ya mana ada real friends nidurin pacar kita, kan?:’v Mungkin benar kata Sam, kalau lagu-lagu itu bisa membuat kita lebih mengenal Josh. Aku sendiri suka sama film ini karena aku merasa film ini diceritakan melalui lagu-lagu tersebut juga. Kalau menurutku sebagai pendengar, aku mendengar Josh sedang bercerita kalau ia sedang merasa ingin lari dari sesuatu, merasa terjebak, merasa nggak ada teman, merasa ada kebimbangan melalui lagu-lagunya. Itu hanya persepsi liarku saja ya sesuai dengan tema tulisan ini, yaitu secangkir persepsi hihih :v.

 


Ngomong-ngomong soal persepsi, Sarlito W. Sarwono (2017) mendefinisikan persepsi sebagai kemampuan untuk membedakan, mengelompokan, memfokuskan, dan memberikan makna pada situmulus atau suatu hal yang ditangkap panca indra. Jadi, persepsi terbentuk dari situmulus yang diterima panca indra, kemudian diproses hingga diberikan makna.

Stimulus: Pisang

Persepsi: Pisang yang aku makan ini rasanya enak dan mewah banget


Sehingga, meskipun hal yang panca indra kita terima itu sama, persepsi atau bagaimana kita memproses hal tersebut bisa saja berbeda. Seperti persepsiku dan kamu terhadap lagu-lagu Josh bisa saja sama, bisa saja berbeda. Menurutku lagunya depresif, tapi menurutmu mungkin lagu-lagu tersebut adalah hasil kreativitasnya Josh yang nggak ada hubungannya sama keadaan depresi. Padahal, kita mendengarkan lagu-lagu yang sama. Hm...kenapa ya peresepsiku dan kamu bisa berbeda? 


Menurut Sarlito W. Sarwono (2017), ada faktor-faktor yang memengaruhi persepsi kita akan sesuatu, yaitu:

-Perhatian: biasanya, kita nggak memproses semua hal yang ada atau diterima panca indra kita. Kita justru hanya memproses beberapa hal karena perhatian kita hanya pada hal tersebut saja. Misalnya nih, pas lagi ngobrol di tengah pesta yang dipenuhi suara tawa, obrolan, dan musik. Dengan berbagai suara yang ada tersebut, kita bisa hanya mendengar dan merespon kata-kata teman ngobrol kita di sana saja, kan? Pada lagu-lagu Josh, mungkin ada beberapa kata dalam liriknya yang lebih aku perhatikan, sehingga aku melahirkan suatu persepsi. Mungkin saja yang kamu perhatikan adalah nada riang dan tenang dalam lagu tersebut. 

 

-Kebutuhan: kebutuhan yang kita miliki ketika panca indra kita menangkap sesuatu bisa memengaruhi bagaimana kita memproses hal tersebut. Misalnya, ketika mendengarkan lagu-lagu Josh, aku mempersepsikannya sebagai bentuk ekspresi kurangnya perhatian. Aku bisa saja mempersepsikan seperti itu karena aku yang kurang dan membutuhkan perhatian. 

 

-Sistem nilai: setiap orang bisa punya sistem nilai yang berbeda-beda; apa yang dianggap benar dan salah, apa yang dianggap lebih penting dan tidak.  Aku mungkin saja menganggap kebimbangan dalam hidup itu hal yang berdampak banget buat mental, sehingga aku mempersepsikan kalau lagu Josh menyuarakan kebimbangan yang ia rasakan dalam hidupnya. 

 

-Tipe kepribadian:  berbagai kecenderungan-kecenderungan yang masing-masing kita miliki pun bisa memengaruhi bagaimana kita memproses hal-hal di sekitar kita. Misalnya, aku cenderung tertutup dan suka memendak perasaan daripada mengekspresikannya, sehingga aku jadi mempersepsikan kalau lagu-lagunya Josh adalah ungkapan perasaan Josh yang ia pendam sendiri. 

 

-Kesiapan mental: kesiapan mental untuk menghadapi suatu stimulus akan memengaruhi persepsi terhadap stimulus tersebut. Di awal film, aku menonton adegan Sam dengan Josh yang sedang berbicara di telepon tampak baik-baik saja. Ternyata, Josh membunuh orang lain dan dirinya sendiri di hari itu juga. Aku jadi kaget dan ngerasa down karena transisi adegan tersebut. Nggak menyangka bahwa film ini menceritakan seorang Ayah yang kehilangan anaknya karena bunuh diri, sehingga persepsiku akan film ini ya mengejutkan dan menyedihkan. 


 

Setiap orang bisa punya perhatian, kebutuhan, sistem nilai, kepribadian, dan kesiapan mental yang berbeda-beda, jadi sangat wajar kalau setiap orang punya persepsi yang berbeda-beda yak. Jadi, ya menurutku lagu-lagunya Josh itu depresif berdasarkan lirik dan nadanya. 

 

2.    2. Kado yang ditolak?

Terus terang, adegan ketika Sam ke kamar Josh dan melihat tumpukan kado-kado di sana yang masih terbungkus rapi benar-benar bikin aku kepikiran:). Ini maksudnya apa ya? Kenapa kado-kado yang menggoda banget untuk dibuka justru masih utuh? Memangnya ada ya, orang yang nggak tertarik atau suka diberikan kado? :(.  Aku kepikiran dengan gaya kelekatan yang bisa saja terkait dengan kado-kado yang tampak ditolak oleh Josh tersebut. 

 

Sebelumnya, kelekatan adalah ikatan emosioanal antara dua orang (Santrock, 2007). Kalau menurut Bartholomew, ada empat gaya kelekatan atau tipe ikatan emosional yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. Aku baca dari penejelasan PsikologiHore!. Dua dari empat gaya kelekatan tersebut menarik untuk diomongin di sini terkait dengan ‘kado-kado yang ditolak Josh’. 

 

-fearful-avoidant: seseorang yang memiliki gaya kelekatan ini memiliki pandangan yang negatif tentang diri sendiri dan orang lain. Mereka menghindari penolakan dari orang lain dengan cara menghindari hubungan yang dekat dengan orang lain.  

-dismissive: seseorang yang memiliki gaya kelekatan ini memiliki pandangan yang positif tentang dirinya sendiri, namun mereka kadang-kadang menolak hubungan yang tulus dengan orang lain kerena memiliki harapan bahwa orang lain lebih rendah dari diri mereka. 

 

Oke, dua gaya kelekatan tersebut kayaknya bisa menggambarkan hal yang dilakukan Josh, yaitu menolak kado-kado yang diberikan padanya. Dari hal itu, aku rasa penolakan kado-kado tersebut adalah penolakan Josh akan hubungan interpersonal dengan orang lain yang memberikan kado itu. Hal itu bisa saja merefleksikan kalau Josh memiliki gaya kelekatan fearful-avoidant atau dismissingBISA SAJA lho ya, memang kurang hajar sih mengambil kesimpulan dari satu adegan itu saja. Tapi, aku nggak menyimpulkan begitu saja gaya kelekatan si Josh, aspek kelekatan cuman salah satu pandangan yang sekiranya ngebantu aku mahamin adegan kado-kado tertolak itu bahwa kado-kado yang tertolak bisa saja merefleksikan salah satu gaya kelekatan di atas :v. Rasanya, nggak rela kado sebanyak itu tergeletak di sana tanpa disentuh :(.

 

3.   3.  Membunuh diri sendiri dan orang lain

Hal terakhir yang bisa terpikirkan untuk dilakukan mungkin adalah bunuh diri. Manusia yang sebenarnya punya bawaan untuk bertahan hidup justru bisa memiliki pemikiran mengakhiri hidup. Meskipun di film nggak disampaikan secara langsung kalau Josh bunuh diri, somehow kita (yang sudah nonton) bisa paham kalau Josh bunuh diri. Seseorang bisa bunuh diri itu alasannya bisa berbagai macam (nggak cuman kurang ibadah atau bersyukur). Bahkan, ada faktor genetik yang bisa terkait dengan bunuh diri (Brent D., & Mann J., 2006). Yang namanya aspek biologis nggak bisa kita kontrol, kan? Sehingga, bunuh diri itu sendiri adalah hal yang kompleks banget. Walaupun banyak faktor risiko dari bunuh diri yang mungkin saja kita nggak ketahui, ada beberapa tanda yang bisa jadi merupakan alarm kalau orang di sekitar kita memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri berdasarkan informasi di Suicide Awareness Voices of Education:

 

-membicarakan keinginan untuk mengakhiri hidup

-mencari cara untuk mengakhiri hidup

-membicarakan tentang perasaan putus asa atau tidak memiliki tujuan

-membicarkaan tentang perasaan terjebak atau rasa sakit yang tak tertahankan

-membicarakan tentang menjadi beban bagi orang lain

-peningkatan pengunaan alkohol atau drugs

-bertindak cemas, gelisah, atau gegabah

-tidur terlalu lama atau sebentar

-menunjukkan kemarahan atau berbicara tentang membalas dendam

-tampak ada mood swings yang ekstrim

 

Apa yang harus kita lakukan kalau ada tanda-tanda tersebut pada orang yang kita kenal? Dalam Santrock (2007), ada daftar hal-hal yang HARUS dan TIDAK BOLEH dilakukan ketika kita curiga orang lain bakal bunuh diri:

 



 Aku foto saja yak.

 

Selain bunuh diri, membunuh orang lain juga menjadi hal yang mengejutkan di film Rudderless. Entah korban adalah orang random yang ditembak atau orang yang memang ditargetkan, kejadian ini tetap mengerikan. Perilaku manusia memang kadang sulit dimengerti dan nggak tertebak. Kok bisa seseorang mengakhiri hidup orang lain? Sama seperti bunuh diri, membunuh orang lain juga banyak faktornya. Satu penelitian menunjukkan kalau satu hal yang konsisten mereka temukan dalam kasus pembunuhan oleh remaja adalah adanya trauma hebat dalam hidup mereka (Cornell 1989; Ewing 1990; Heide 2003). Penelitian itu aku baca di Encyclopedia of Adolescence oleh Levesque

 

---

Topik bunuh-bunuhan ini menurutku berat banget :’v aku juga nggak terlalu paham sama dinamika orang-orang yang melakukan bunuh diri dan membunuh orang lain. Dari film Rudderless, aku juga jadi terbuka kalau bisa saja ada hal gelap yang bersembunyi dalam diri orang lain dan diri kita sendiri. Josh bisa saja memiliki gangguan yang nggak diketahui orang lain, mungkin oleh dirinya sendiri juga. Film ini juga nunjukin aku kalau masalah psikologis itu kompleks banget dan tentu saja sangat terkait sama persepsi kita masing-masing akan hal-hal di dunia. Suatu hal bisa jadi masalah di aku, tapi di kamu nggak dan sebaliknya. Kadang, aku suka kesel sama orang lain karena suatu hal yang sebenarnya cuman perkara beda persepsi doang. Sampai sekarang masih kayak begitu, sih. Salah satu monster dalam diriku :v. Sekarang lagi coba belajar ngeliat dan dengerin persepsi orang lain, doakan ya. 

---


Sekian dan makasih, mencoba mahamin keadaan Josh di film memang sulit karena terbatasnya informasi yang ada di film dan terbatasnya pengetahuanku hahah, tapi tetap seru untuk dilakukan. Semoga perbedaan persepsi menjauhkan kita menjadi ‘Josh’ atau melahirkan ‘Josh’ lainnya ya.


---


Referensi yang aku baca:

Bilsen J. (2018). Suicide and youth: Risk factors. Frontiers in psychiatry9, 540. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2018.00540.

 

Levesque, R. (2011). Encyclopedia of adolescence. New York: Springer Science+Business Media. 

 

Santrock, JW. (2007). Perkembangan anak edisi eesebelas.Widyasinta B, Penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Children 

Development, Eleventh edition. 


Sarwono, SW. (2017).  Pengantar psikologi umum. Jakarta (ID): Rajawali Pers. 

Comments